Selasa, 19 November 2013

1. TULISAN FEATURE (JURNALISTIK)

Mitos yang Tersembunyi dibalik Candi Borobudur
           
Arca dalam Stupa


13 september 2012 aku memang sudah berada dijogja untuk menikmati liburanku dari kebisingan kota metropolitan yang membosankan. hari keduaku liburan disana tak pernah ada rencana apapun untuk pergi yang pasti aku mengikuti langkah kakiku. Aku masi bingung untuk pergi kemana, karna aku tak tahu apapun daerah ini. Aku mulai bertanya pada orang disekitar seolah-olah mereka  pikir ku bodoh, sebenarnya memang aku buta akan arah dan tujuan. Aku tak tahu harus bertanya pada siapa lagi. Aku terus berjalan dan terus berjalan tanpa ku tahu arah tujuanku dimana. Sampai akhirnya ku bertemu pada seorang tukang parkir, aku percaya dan aku yakin bahwa dia tak sama seperti orang-orang lain yang menipu ku terus. Hingga akhirnya ku beranikan diri untuk bertanya arah kepadanya, ternyata benar dia sungguh baik padaku dan diapun merasa kasian melihatku kebingungan mencari arah.
Dan akhirnya aku tahu dimana aku harus pergi, kemana aku harus berjalan. Kupusatkan untuk menuju sebuah tempat yang megah nan elok. Suatu tempat peribadatan penganut agama Buddha Mahayana.
Akhirnya langkahku pun tak buta lagi aku menunggu dan menunggu kendaraan yang akan kutunggangi. Sekian lama ku menunggu akhirnya sebuah bus mini menghampiriku, aku bertanya tujuan bus itu pada seorang kenek bus tersebut. Ku tuggangi bus itu hampir ku mulai bosan karena lamanya ku menunggu dan akupun sampai juga di sebuah terminal kecil yang tak tahu seberapa jauh lagi untuk menuju tempat itu. Aku seperti orang bodoh yang tak tahu harus melangkah kemana lagi, sampai akhirnya seorang menghampiriku dan seorang lagi juga menghampiri ku menawarkan tumpangan untuk menuju tempat yang ingin ku singgahi. Disitu aku bingung untuk memilih antara becak ataupun andong yang harga keduanya tak bersahabat. sampai akhirnya kebingunganku pun memutuskan untuk memilih sebuah becak motor yang harganya sudah fix disitu. tak lama ku tunggangi becak motor tersebut ku telah sampai di pintu masuk candi tersebut. Aku terlena akan keagungan candi sampai-sampai aku tak sadar kalau aku telah tertipu oleh tukang becak tersebut. Aku tak peduli yang pasti candi itu berada tepat di bola mataku. Aku terbuai lagi akan penampakan candi yang sungguh menakjubkan, yang sungguh mempesona akan keindahannya, dan ingin sekali ku singgahi setiap saat. Itulah tempat dimana aku impikan tuk menyentuh sebuah mitos akan keberhasilan. aku tak tahu pasti tentang mitos tersebut tapi yang pasti aku mulai melangkahkan kakiku menuju candi Borobudur yang amat sangat menyilaukan mataku. Yang ku tahu tentang candi Borobudur ini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan, tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di candi ini untuk memperingati trisuci waisak.
Pertama kali kakiku menginjakkan kaki candi Borobudur yang dijuluki “kamadhatu” yang melambangkan manusia yang masih dipenuhi oleh nafsu yang rendah. Selanjutnya arah kakiku mengarah pada lantai empat yang biasa dipanggil dengan sebutan “rupadhatu” yang melambangkan kehidupan manusia yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu. Dan pada akhirnya kaki ini menuju lantai kelima sampai ketujuh yang kulihat disekitar dinding tak berelief sedangkan terasnya berbentuk lingkaran. Tingkatan ini dinamakan “arupadhatu” yang melambangkan alam atas, dimana manusia sedah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Arca Buddha yang terdpat dicandi Borobudur berjumlah 504 buah dengan berbagai posisi sikap tangan yang berbeda-beda karena mempunyai makna yang berbeda pula. Sungguh menakjubkan bagaimana mahakarya sebuah candi yang disusun dari batu-batu dengan relief-relief tanpa menggunakan perekat, serta sarat akan ajaran untuk hidup baik menuju nirwana. Aku tertegun atas apa yang orang-orang terdahulu yang mendirikan sebuah bangunan candi yang amat elok akan kemegahannya tanpa perelatan yang canggih
akupun tak bisa berkata-kata lagi aku hanya bisa memandangi bangunan yang sungguh menakjubkan ini, sampai aku tak sadar kalau matakupun ikut berkaca-kaca melihat semua keajaiban semua ini. Selagi ada kesempatan disini akupun mulai tuk mencoba sebuah mitos yang mungkin bisa dipercaya karna mitos ini sudah beredar dimasyarakat. Yang ku tahu mitos ini terkenal, biasanya disebut dengan nama “kunto bimo” yaitu arca dalam stupa yang konon dapat mengabulkan permintaan. Stupa yang dimaksud adalah stupa pada sebelah kanan pada teras lingkaran yang pertama. Menurut cerita bila kita berhasil menyentuh bagian tertentu dari arca tersebut sambil mendo’akan permohonan, maka keinginan kita akan terkabul bagian yang disentuh adalah posisi tangan “mudra” untuk pria dan teapak kaki untuk wanita.
Aku tak tahu apa kebenaran dari mitos ini yang pasti aku mencobanya sebelum aku mengetahui kebenarannya. Aku mencoba untuk menyentuh bagian telapak kaki dari stupa tersebut aku tak dapat mencapainya karna telapak kakinya tersembunyi. aku berusaha untuk menggapainya aku tak tahu sudah menyentuhnya apa belum yang ku tahu aku telah melakukannya. setelah itu aku mengelilingi teras candi bagian ketiga dari atas ternyata kondisi candi Borobudur sangatlah memprihatinkan karena kondisinya yang hampir saja kritis oleh gempa vulkanik gunung merapi yang terjadi waktu itu. Tak bisa leluasa menikmati eksotiknya panorama candi karena terganggunya pandangan mata ini oleh perbaikan stupa-stupa candi. Melihat keadaan candi Borobudur saat ini aku merasa miris karena banyak bebatuan yang tergantikan.

Patung Singa Urung



Waktu aku turun aku ingat bahwa ada lagi satu mitos yang ku ketahui mengenai singa urung, yaitu sebutan masyarakat sekitar untuk sepanjang arca singa pada sebelah kanan dan kiri tangga naik candi. Menurut cerita yang ku dengar, sepasang kekasih yang lewat diantara kedua arca tersebut hubungannya tidak akan sampai pada jenjang pernikahan. “urung” dlam bahasa jawa dapat diartikan gagal. Sebenranya aku tak percaya akan mitos tersebut tapi aku juga masih ragu akan kepastiannya,







Tidak ada komentar:

Posting Komentar