VIVAnews – Kapolres Palu AKBP Ahmad Ramadhan menegaskan, kasus bocah
pencuri sandal polisi patut dihentikan. Menurutnya, saat ini pihaknya sedang
memanggil Kepala Unit Reskrim (Kanitres) Polres Palu untuk mendalami kasus
tersebut.
Ahmad mengatakan, peristiwa bocah mencuri sandal polisi itu terjadi pada tahun 2010 lalu. “Sekarang sudah mau masuk tahun 2012. Artinya sudah hampir dua tahun. Jadi sudah lama kejadian ini,” terang Ahmad saat dihubungi VIVAnews, Kamis 29 Desember 2011.
Ia menambahkan, dirinya sendiri baru menjabat sebagai Kapolres Palu selama sebulan, sehingga masih dalam proses mendalami kasus tersebut. “Kasus ini kan ditangani oleh Polsek. Prosedurnya, penyidikan dari Polsek dibawa ke kejaksaan,” papar Ahmad.
Namun ia sendiri mengaku heran bila kasus semacam ini dibawa ke kejaksaan, bahkan si bocah pencuri sandal kini sampai duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. “Kok bisa begitu? Kasus begitu patut saya hentikan,” tegas Ahmad.
“Kok polisi yang terlibat tidak punya perasaan? Jangankan sandal, sepatu, bahkan mencuri 10 sepatu pun harus diproses dengan melihat latar belakang si anak,” ujar Ahmad. Ia sendiri mengaku pernah menghentikan kasus serupa saat dirinya masih menjabat sebagai Kapolsek Toli-toli. Ketika itu, ujarnya, ia melepas seorang anak kecil yang kedapatan mencuri celana jeans.
“Ironisnya, kali ini orang yang menuntut (yang dicuri sandalnya) adalah anggota polisi Brimob. Karena kasus ini ditangani Propam Polda, maka akan saya cek apa ada unsur paksaan (terhadap si anak) di sini,” kata Ahmad. Ia pun menegaskan, siang ini juga dirinya akan mencari data terkait kasus ini.
Sebelumnya, November 2010, seorang bocah pelajar berinsial AAL mencuri sandal jepit milik seorang Brimob berinisial AR. Bulan Mei 2011, polisi memanggil AAL dan menginterogasinya sampai yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Kasus itu kemudian sampai ke pengadilan, dan AAL kini terancam 5 tahun penjara. (umi)
Ahmad mengatakan, peristiwa bocah mencuri sandal polisi itu terjadi pada tahun 2010 lalu. “Sekarang sudah mau masuk tahun 2012. Artinya sudah hampir dua tahun. Jadi sudah lama kejadian ini,” terang Ahmad saat dihubungi VIVAnews, Kamis 29 Desember 2011.
Ia menambahkan, dirinya sendiri baru menjabat sebagai Kapolres Palu selama sebulan, sehingga masih dalam proses mendalami kasus tersebut. “Kasus ini kan ditangani oleh Polsek. Prosedurnya, penyidikan dari Polsek dibawa ke kejaksaan,” papar Ahmad.
Namun ia sendiri mengaku heran bila kasus semacam ini dibawa ke kejaksaan, bahkan si bocah pencuri sandal kini sampai duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. “Kok bisa begitu? Kasus begitu patut saya hentikan,” tegas Ahmad.
“Kok polisi yang terlibat tidak punya perasaan? Jangankan sandal, sepatu, bahkan mencuri 10 sepatu pun harus diproses dengan melihat latar belakang si anak,” ujar Ahmad. Ia sendiri mengaku pernah menghentikan kasus serupa saat dirinya masih menjabat sebagai Kapolsek Toli-toli. Ketika itu, ujarnya, ia melepas seorang anak kecil yang kedapatan mencuri celana jeans.
“Ironisnya, kali ini orang yang menuntut (yang dicuri sandalnya) adalah anggota polisi Brimob. Karena kasus ini ditangani Propam Polda, maka akan saya cek apa ada unsur paksaan (terhadap si anak) di sini,” kata Ahmad. Ia pun menegaskan, siang ini juga dirinya akan mencari data terkait kasus ini.
Sebelumnya, November 2010, seorang bocah pelajar berinsial AAL mencuri sandal jepit milik seorang Brimob berinisial AR. Bulan Mei 2011, polisi memanggil AAL dan menginterogasinya sampai yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Kasus itu kemudian sampai ke pengadilan, dan AAL kini terancam 5 tahun penjara. (umi)
Source :
OPINI
dari peristiwa ini pemerintah
semestinya merasa malu mempidana seorang anak dibawah umur yang semestinya
dilindungi oleh pemerintah itu sendiri. Pencurian ini memanglah diakui secara
yuridis akan tetapi dalam keadilan masyarakat ini sangatlah jauh dari keadilan
msyarakat Indonesiaseperti yang tertera dalam UU pengganti UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak, karena tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dalam perspektif perlindungan terhadap
anak. Peradilan pidana anak harus mengedepankan kepentingan mereka,
Kasus ini setidaknya dise;esaikan dengan cara kekeluargaan, kasus sepele
seperti ini seharusnya tidak sampai dimeja pidana apalagi pelapornya sendiri
adalah aparat brimop setempat. Kasus
Pencurian Sandal Jepit yang tertera dalam wacana diatas adalah hal yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh kapolda setempat, karena kasus sandal jepit itu
hanyalah hal sepele yang masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan bukan
dengan cara memenjarakan seorang anak karna kasus sepele seperti ini, Dalam HAM
pun itu sangat melanggar karena tidak sesuai juga penjara dengan mencuri sandal
jepit saja. Ditambah lagi anak itu anak yang bisa dikatakan tidak mampu
sehingga pihak dari anak tersebut hanya pasrah dengan pengajuan dari pelapor. Berbeda
dengan kasus yang saat ini sedang ngebuming yaitu kasus AQJ anak seorang musisi
Indonesia terkenal yang tertangkap basah menendarai mobil dibawah umur hingga
menewaskan 7 nyawa dan sampai saat ini tidak terurus kasusnya, dari kedua kasus
tersebut bisa kita bandingkan dimana rasa keadilan untuk seorang anak yang
tidak mampu berbeda dengan kenyataannya dalam kasus AQJ banyak pihak yang membela
anak yang jelas-jelas merenggut 7 korban.keadilan yang ada di hukum Indonesia ini
hanya memihak pihak yang mampu. Uanglah hukum di Indonesia, hanya uang yang
dapat meringankan hukum. Uanglah yang berbicara.